BIMBINGAN PENYULUHAN SOSIAL
1. Pendahuluan
Seringkali kita menganggap bimbingan penyuluhan sosial sama dengan
bimbingan penyuluhan di fakultas pendidikan, padahal antara bimbingan
penyuluhan sosial dan bimbingan penyuluhan sangat berbeda jauh baik dilihat
dari paradigma, orientasi maupun metode pelaksanaannya.
Paradigma bimbingan penyuluhan sosial adalah menggunakan paradigma
komunitas artinya obyek utama yang dianggap sentral yang harus diintervensi
adalah komunitas dan bukan individu. Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan
bimbingan penyuluhan biasa yang menjadikan individu atau personal sebagai obyek
intervensi.
Karena padigma yang berbeda tersebut maka metode yang digunakan oeh
bimbingan penyuluhan sosial juga sangat berbeda dengan bimbingan penyuluhan.
bimbingan penyuluhan sosial menggunakan metode intervensi makro dimana
pengembangan dan pemberdayaan masyarakatlah yang menjadi sasaran kajian. Metode
ini bertujuan untuk menciptakan kemandirian dalam masyarakat (lebih detail
tentang metode ini akan dibahas pada bahasan selanjutnya) Berbeda dengan
bimbingan penyuluhan sosial. bimbingan penyuluhan biasa menggunakan Intervensi
mikro yang menjadikan individu sebagai obyek utama yang harus diselesaikan
masalah-masalahnya.
2. Metode Bimbingan
Penyuluhan Sosial
Bimbingan Penyuluhan
Sosial memakai pendekatan Intervensi
makro atau disebut juga Intervensi komunitas. Intervensi makro merupakan bentuk
intervensi langsung yang dirancang dalam rangka melakukan perubahan secara
terencana pada tingkat organisasi dan komunitas. Sedangkan metode intervensi yang
lebih memfokuskan sasarannya pada tingkat individu, keluarga dan kelompok lebih
dikenal dengan sebutan intervensi mikro, seperti apa yang tersirat dalam
argumen yang dikemukakan oleh Rotman dan Tropman (1987: h. 3)
Intervensi makro mencakup
berbagai metode profesional yang digunakan untuk mengubah sistem sasaran yang
lebih besar dari individu, kelompok dan keluarga, yaitu : organisasi, komunitas
baik ditingkat lokal, regional maupun nasional secara utuh. Praktek makro
berhubungan dengan aspek pelayanan masyarakat yang pada dasarnya bukan hal yang
bersifat klinis, tetapi lebih memfokuskan pada pendekatan sosial yang lebih
luas dalam rangka meningkatkan kehidupan yang lebih baik dimasyarakat.
3. Terciptanya Kesadaran Kritis Di Masyarakat
untuk menciptakan kesadaran
kritis di masyarakat maka perlu:
Paradigma kritis/radikal
Pendidikan bagi mereka merupakan arena perjuangan politik. Jika bagi
konservatif pendidikan bertujuan untuk menjaga status quo, sementara bagi kaum
liberal untuk perubhan moderat, maka paradigma kritis menghendaki perubahan
struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat dimana pendidikan
berbeda. Bagi mereka kelasd dan diskriminasi gender dalam masyarakat tercermin
pula dalam dunia pendidikan. Paham ini bertentangan dengan pandangan kaum
liberaldimana pendidikan dianggap terlepas dari persoalan kelas dan gender yang
ada dalam masyarakat.
Dalam prespektif kritis,
urusan pendidikan adalah melakukan refleksi kritis, terhadap 'the dominant
ideology' kearah transformasi sosial. Tugas utama pendidikan adalahmenciptakan
ruang agar sikap kritis terhadap sistem dan struktur ketidakadilan, serta
melakukan dekonstruksi dan advokasi menuju sistem sosial yang lebih adil.
Pendidikan tidak mungkin dan tidak bisa bersikap netral, bersikap obyektif
maupun berjarak dengan masyarakat (detechmrnt) seperti anjuran positivisme.
Visi pendidikan adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan sebagai
pemilihan terhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk mencipta sistem sosial
baru dan lebih adil. Dalam prespektif kritis, pendidikan harus mampu
menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan
kritis untuk trandformasi sosial. Dengan kata lain tugas lutama pendidikan
adalah 'memanusiakan' kembali manusia yang mengalami dehumanisasi karena sistem
dan struktur yang tidak adil.
Implikasi paradigma pendidikan dalam metedeologi
Bagaimana implikasi ketiga pandangan pendidikan tersebut terhadao
metodologi pendekatan pendidikan. Untuk itu saya meminjam analisis Freire (1970)
dalam membagi metodologi pendidikan dalam tiga kerangka yang didasarkan pada
kesadaran ideologi masyarakat. Meskipun Freire lebih dikenal sebagai tokoh
pendidikan, namun kerangka analisisnya banyak dipergunakan justru untuk melihat
kaitan ideologi dalam perubahan sosial. Terma pokok gagasan Freire pada
dasarnya mengacu pada suatu landasan bahwa pendidikan adalah 'proses
memanusiakan manusia kembali". Gagasaan ini beraangkat dari suatu analisis
bahwa sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya, membuait masyarakat
mengalami proses 'demumanisasi'. Pendidikan sebagai bagian dari sistem
masyarakat ustru menjadi pelanggeng proses dehumanisasi tersebut. Secara lebih
rinci Freire menjelaskan prses dehumanisasi tersebut dengan menganalisis
tentang kesadaran atau pandangan hidup mqasyarakat terhadap diri mereka sendir.
Freire menggolongkan kesadaranmanusia menjadi : kesadaran magis (magical
cosciousness), kesadaran naif
(naivalcosciousness), dan kesadaran kritis (criticalcosciousness) .
bagaaimana kesadaran tersebut dan kaitannya dengan sistem pendidikan dapat
secara sederhana diuraikan sebagai berikut.
Pertama kesadaran magis,
yakni suatu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu
faktor dengan faktor lainnya. Misalnya saja masyarakat miskin yang tidak mampu
melihat kaitan kemiskinan mereka dengan sistem polotik dan kebudayaan.
Kesadaran magis lebih melihat faktor diluar manusia (natural maupun supra
natural) sebagai penyebab dan takberdayaan. Dalam dunia pendidikan, jika proses
belajar mengajar tidak mampu melakukan analisis terhadap suatu masalahmaka
proses belajar mengajar tersebut dalam prespektif Freirean disebut sebagai
pedidikan fatalistik. Proses pendidikan model ini tidak memberikan kemampuan
analisis, kaitan antara sistem dan struktur terhadap sustu permasalahan
masyarakat. Murid secara dogmatik menerima 'kebenaran' dari guru, tanpa ada
mekanisme untuk memahami 'makna' ideologi dari setiap konsepsi atas
kehidupanmasyarakat.
Yang kedua adalah kesadaran
naif, keadaan yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat
'asapek manusia' menjadai akar penyebab masalah dalam masyarakat. Dalam
kesadaran ini 'masalah etika, kreativitas, 'need for achevement' dianggap
sebaagi penentu perubahan sosial. Jadi dalam menganalisis mengapa suatu
masyarakat miskin, bagi mereka disebabkan 'salah' masyarakat sendiri, yakni
mereka malas, tidak memiliki kewiraswastaan, atau tidak memiliki budaya
'membangun' dan seterusnya. Oleh karena itu 'man power development' adalah
sesuatu yang diharapkan akanmenjadi pemicu perubahan. Pendidikan dalam konteks
ini jugatidak empertanyakan sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur
yangada adalah sudah baik dan benar, merupakan faktor 'given' dan oleh sebab
itu tidak perlu dipertanyakan. Tugas pendidikan adlah bagaiman membuat
danmengarahkan agar murid bisa masuk beradaptasi dengan sistem yang sudah benar
tersebut.
Kesadaran ketiga disebut
sebagai kesadaran kritis. Kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur
sebagai sumber masalah. Pendekatan struktyural menghindari 'blaming the victim'
dan lebih mengaanalisis untuk lebih secara kritis menyadari struktur dan sistem
sosial, politik, ekonomi dan budaya dan akibatnya pada keadaan masyarakat.
Paradigma kritis dalam pendidikan, melatih murid untuk mempu mengidentivikasi
'ketidakadilan' dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan
analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaiman
mentransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan
ruang dan keselamatan agar peserta pendidikan terlibat daslam suatu proses
penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar